media online pemberitaan kabupaten ngawi
Diberdayakan oleh Blogger.
Custom Search

Minggu, 10 November 2013

Home > > BPOM Jatim Rilis 17 Produk Kosmetik Berbahaya

BPOM Jatim Rilis 17 Produk Kosmetik Berbahaya

Bahan makanan yang aman dikonsumsi

NGAWI™Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM ) Jawa Timur memastikan 17 produk dari enam merek dipastikan mengandung zat berbahaya. Hal ini disampaikan oleh Kepala BPOM Jawa Timur, Dra Endang Pudjiwati Apt MM, saat pemaparan informasi produk Obat, Obat Tradisional, Kosmetik, Pangan dan Bahan Berbahaya di Balai Pertemuan RM Notosuman,(10/11).

Janjinya BPOM akan memantau peredaran 17 produk kosmetik sebagai langkah antisipasi masuknya barang berbahaya itu ke wilayah Jawa Timur. Tentunya urai Dra Endang Pudjiwati Apt MM, para petugas akan melakukan razia ke sejumlah tempat secara acak.

“Sebetulnya peran masyarakat itu sangat perlu guna menekan masuknya barang berbahaya entah itu obat maupun makanan dan minuman,” jelasnya. Tambahnya dihadapan ratusan audien, faktor keterbatasan tenaga BPOM Jawa Timur yang hanya 150 orang menjadi penghambat melakukan pengawasan ke 38 kabupaten/kota.

Disebutkanya, barang kosmetik yang dikatakan berbahaya ini tidak lepas dari bahan yang terkandung didalamnya seperti mercury/raksa (hg), hidrokinon, asam retinoat dari hidrokinon dan mercury, dan resorsinol.

Selain itu pihak BPOM sendiri mengajak dan menghimbau para peserta menjadi konsumen yang cerdas dalam memilih produk yang digunakan. Dalam acara yang dihadiri Dra Mardiana Indraswati anggota Komisi IX DPR RI sebagai salah satu nara sumber menjelaskan terkait peredaran obat serta makanan dan minuman langkah perlindungan konsumen tidak bisa hanya dibebankan kepada Negara yang lebih banyak mengedepankan unsur legal dan hukum positif.

Dengan demikian dirinya menyimpulkan bentuk upaya perlindungan konsumen namun prakteknya di lapangan justru banyak merugikan konsumen itu sendiri.

Persengketaan konsumen-produsen sering dimenangkan produsen hanya lantaran memiliki kekuatan modal paling besar.

Dra Mardiana Indraswati menegaskan suatu contoh kongkrit ada sekian pengusaha nakal dengan semudahnya memberikan label halal pada produk makanan ataupun minumanya tanpa melewati audit dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Kasus tersebut membuktikan bahwa pengawasan terhadap produsen yang memproduksi makanan tidak halal sangat lemah.

“Memang perlu adanya penekanan terhadap badan terkait agar tingkat pengawasan makanan dan minuman diperlukan keterkaitan pada tujuanya konsumen jangan sampai dirugikan dalam hal halal,” pungkasnya. (pr)

Berita Terkait



0 comments:

Posting Komentar

Terima-kasih atas partisipasi anda