media online pemberitaan kabupaten ngawi
Diberdayakan oleh Blogger.
Custom Search

Minggu, 03 November 2013

Home > > Cafe Karaoke Lebih Berpeluang Ciptakan Krisis Moral

Cafe Karaoke Lebih Berpeluang Ciptakan Krisis Moral

tempat hiburan karaoke dan cafe

NGAWI™ Keberadaan tempat hiburan cafe karaoke tidak sedemikian simpelnya kalau dilihat dari sisi empiris maka akan mengarah ke tindakan amoral. Perwujudan terhadap dampak tersebut dari maraknya cafe karaoke di wilayah Kota Ngawi sangat terasa disisi negatifnya daripada unsur kemanfaatan. Paling tidak inilah gambaran yang dilontarkan Atong aktivis dari LSI.

Seperti penjelasan Agus Fathoni salah satu koordinator Forum Ngawi Bergerak lebih rinci dalam setahun terakhir ini pihaknya menilai Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Ngawi terlalu ‘royal’ memberikan perijinan terhadap café karaoke tanpa melihat efek sosial.

“Yang menjadi persoalanya meskipun ada dari café karaoke tersebut yang mengantongi izin sebagai tempat karaoke keluarga namun nyatanya tidak seperti itu, justru ada yang disalahgunakan menjadi ajang perbuatan negative, perlu diketahui di Kota Ngawi sudah ada tiga tempat café karaoke di Jalan Ronggowarsito, Jalan PB Sudirman dan Jalan Soekarno atau ring road” terangnya, Sabtu (02/11).

Ditambahkan, seharusnya pemberian izin harus dipertimbangkan dengan dampak sosial secara utuh bagi warga kotanya, bukan hanya dilihat dari penyerapan restribusi ataupun pajak dari dalamnya akan tetapi lebih mengindahkan efek.

Diakui Atong sapaan akrab dari Agus Fathoni, keberadaan café karaoke di Kota Ngawi tidak bisa dilepaskan dengan hadirnya perempuan pendamping atau biasa dikenal dengan purel (public relation) secara lambat laun lebih cenderung berdampak negative. Hal ini tidak bisa dipungkiri pada umumnya pengunjung café sendiri adalah mereka yang mempunyai permasalahan di internal keluarga maupun sosial masyarakat.

Dan sudah menjadi satu keragaman bahwa pengunjung café mayoritasnya terdiri dari orang-orang yang mencari kompensasi diri akibat adanya tekanan ekonomi, broken home dan lainya. “Bisa dipastikan purel tersebut dijadikan luapan emosional dari si pengunjungnya itu dalam arti kata berujung tindak asusila belum lagi ditambah memang purel sendiri bisa dikata ‘nyambi’ jual diri, kan parah dampaknya,” bebernya.

Atong menganggap yang lebih parahnya dengan maraknya café karaoke akan menyebabkan gesekan sosial dan pada giliranya nanti berakhir konflik baik internal maupun eksternal dalam diri pribadi pengunjung maka timbulah kemerosotan pemikiran yang sehat.

“Seharusnya pihak daerah mengkaji ulang terhadap kehadiran para pengusaha hiburan itu jangan sampai kebablasan menjadi tempat terselubung sebagai ajang prostitusi,” kupasnya. Yang menghebohkan lagi urainya, kehadiran café karaoke sudah mengancam rusaknya moral pelajar dengan terbukti kuat dugaan seorang purel tapi statusnya masih pelajar setingkat SMA.

“Jadi persoalanya selektifkan manajemen café itu menerima purel entah itu freeland ataupun tetap yang notabene masih pelajar dan pantaskah itu terjadi, sekarang ini kepada Pemkab Ngawi keberadaan café karaoke harus dikaji lagi secara mendalam kalau perlu dilokalisir tempatnya jangan sampai berada ditengah pemukiman warga,” Pungkas Atong. (pr).

Berita Terkait



0 comments:

Posting Komentar

Terima-kasih atas partisipasi anda