media online pemberitaan kabupaten ngawi
Diberdayakan oleh Blogger.
Custom Search

Sabtu, 04 Januari 2014

Home > > Kenaikan Gas Elpiji Ancam Kelangsungan Pengusaha Kuliner

Kenaikan Gas Elpiji Ancam Kelangsungan Pengusaha Kuliner

Berita seputar kenaikan Gas LPJ

NGAWI™ Kenaikan harga elpiji ukuran 12 kilogram berimbas keberadaan gas elpiji tabung ukuran 3 kilogram di sejumlah agen di wilayah Kabuaten Ngawi dan sekitarnya mulai langka. Indri Widiati (35) seorang pengusaha catering di Jalan PB.Sudirman Ngawi mengaku dirinya harus berpikir ulang agar nantinya tidak gulung tikar atas kenaikan gas elpiji akhir-akhir ini.

“Kalau mau mengeluh dengan naiknya harga gas elpiji jelas bingung ke siapa kita kan wong cilik,” keluhnya, Sabtu (04/02).

Indri mengaku pada seminggu terakhir usaha catering yang sudah digeluti hampir 8 tahun ini bisa dibilang setengah nafas. Kalau sebelumnya harga gas elpiji ukuran 12 kg lumayan terjangkau meski Rp 84 ribu sampai Rp 87 ribu akan tetapi sekarang ini harganya berubah total Rp 137 ribu pertabungnya.

“Waktu belum naik memang biasanya kita pakai yang berukuran 12 kg namun sekarang ini beralih ke ukuran 3 kg, jadi wajar kalau di agen itu cepat habis stoknya,” terang Indri. Dengan naiknya harga gas elpiji khususnya 12 kg yang boleh dibilang mendekati 50 persen tersebut membuat kekhawatiran sejumlah pihak.

Gembong Pranowo seorang praktisi hukum dari Bhirawa Ngawi menilai pemerintah hanya terlalu sibuk mencari keuntungan dengan menguras duit rakyat jelang Pemilu 2014. Urainya, dari awal pemerintah terlihat semaunya sendiri dengan tidak mau merubah porsi penjualan gas antara kebutuhan luar negeri dengan kebutuhan dalam negeri.

Dimana penjualan gas diluar negeri dipertahankan pada level atas secara otomatis berdampak kebutuhan gas domestik. Sisi lain kenaikan harga gas 12 kg disebabkan rekomendasi BPK yang tertulis lewat audit pada semester pertama tahun 2013 lalu terhadap PT.Pertamina. Dimana hasil audit BPK tersebut tercantum PT.Pertamina mengalami kerugian sebesar Rp 7,73 triliun sejak tahun 2011 hingga 2012.

Gembong berpendapat seharusnya BPK tidak melihat dari sisi keuangan Pertamina mendasar perbandingan harga LPG dengan harga jual ke masyarakat kalau menyesuaikan hal tersebut pastinya Pertamina tetap merugi. Dengan demikian Pertamina maupun legislatif sudah tidak mau lagi mendengar keluhan konsumen dengan berbagai rupa alasan.

Tidak pelak tegasnya, kenaikan gas elpiji diduga kuat adanya konspirasi level atas mendekati Pemilu 2014.

“Seharusnya DPR dengar apa yang dikeluhkan rakyatnya malah kelihatan diam kayak gini, perlu diketahui dalam nota keuangaan tahun 2014, pemerintah memberikan subsdi kepada elpiji tabung 3 Kg untuk tahun 2012 sebesar Rp 31,5 triliun, dan tahun 2014 sebesar Rp 36,7 triliun tapi sampai sekarang pertanggungjawaban uang subsidi tidak jelas, teriak dong wakil rakyat,” tegas Gembong Pranowo.(pr)

Berita Terkait



0 comments:

Posting Komentar

Terima-kasih atas partisipasi anda