media online pemberitaan kabupaten ngawi
Diberdayakan oleh Blogger.
Custom Search

Kamis, 01 November 2012

Home > > Nasib Petani Padi Berakhir Pasrah Ditangan Tengkulak

Nasib Petani Padi Berakhir Pasrah Ditangan Tengkulak

| SINAR NGAWI™ | portal pemberitaan Ngawi| Berita | Kabar | Warta | info | NEWS | terbaru | terkini | hari ini | LPSE NGAWI |NGAWI™ Keberadaan tengkulak pada era Orde Baru, sempat tak berkutik. Mereka dibuat mati kutu lantaran keberadaan mereka disamakan dengan lintah darat yang selalu diajarkan dibangku sekolah bahwa hal itu tak pantas dan sebuah profesi yang hina. Ironis, kini di era reformasi justru menjadi tengkulak bisa bangga hati dan al hasil, petanipun menjerit.

Seperti layaknya dalam dongeng hukum rimba siapa kuat pasti menang, namun sistem tersebut rupanya berlaku sekarang ini terhadap sisi kehidupan masyarakat khususnya petani padi. Hasil panenan yang diharapkan akan sesuai dengan kebutuhan yang mereka hadapi tetapi langsung dimentahkan oleh para tengkulak gabah.

Nasib yang demikian tragisnya terjadi disaat petani mulai memanen padinya. Ketika sudah menjadi gabah baik basah maupun kering harus dihargai oleh tengkulak dengan seenaknya jauh dari Harga Pokok Penjualan (HPP) yang ditetapkan pemerintah sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2012 sebesar Rp 3.300, dengan kadar air maksimum 25 persen.

Padahal saat ini diwilayah Ngawi secara umum lagi memasuki musim panen raya seperti di Kecamatan Mantingan, Widodaren, Kedunggalar, Paron, Geneng, Kwadungan dan Pangkur. “Karena pas ada kebutuhan yang mendadak terpaksa hasil panenan ya langsung dijual dengan harga Rp 3.200, kepada tengkulak,” ujar Ngaderi, petani padi dari Mantingan, Kamis (1/11).

Menurutnya, kalau dikalkulasi semua mendasar hasil panen pada musim ini dirinya tidak kebagian untung. “Hanya cukup untuk bayar utang di Bank dan sisa sedikit paling-paling untuk persediaan makan sehari-hari,” bebernya. Alasan tersebut memanglah sesuai yang dihadapi petani yang punya lahan sawah tidak kurang dari seperempat hektar ini.

Urainya lagi, untuk musim ketiga tahun ini kwalitas gabahnya cukup bagus dibandingkan dua musim sebelumnya. Selain itu kadar air dalam gabah juga berkurang karena sewaktu musim tanam ketiga bersamaan masuknya musim kemarau. “Kalau musim busuran seperti biasanya pasti baik gabah, tapi gimana tetap saja dicacat oleh tengkulak dengan berbagai alasan,” jelas Ngaderi.

Sementara sesuai pengakuan Darti dari salah satu tengkulak gabah asal Kabupaten Jombang, pembelian gabah tetap sesuai kwalitas dilapangan yakni mengacu pada tingkat kebasahan dan rendemenya. “Untuk padi jenis ciherang musim ini memang harganya lumayan bagus sekitar Rp 3.500, akan tetapi tidak menutup kemungkinan harganya akan turun seiring masuknya musim penghujan,” tegasnya. (pr)

Berita Terkait



0 comments:

Posting Komentar

Terima-kasih atas partisipasi anda