media online pemberitaan kabupaten ngawi
Diberdayakan oleh Blogger.
Custom Search

Minggu, 01 November 2015

Home > > Penari Tarian Srigati Dalam Upacara Adat Ganti Langse Harus Masih Perawan

Penari Tarian Srigati Dalam Upacara Adat Ganti Langse Harus Masih Perawan

Ritual adat tahunan Ganti Lengse  erat kaitanya dengan sejarah runtuhnya kerajaan Majapahit dibawah kepemimpinan Prabu Brawijaya V.

SN™ NGAWI-Ritual tahunan tiap masuk bulan Suro (Muhaaram), berupa 'ganti Langse' (Mengganti kain kelambu-Red) yakni berupa kain mori panjang 15 meter yang peruntukannya buat menutup palenggahan agung Srigati di Alas Ketonggo masuk wilayah Desa Babadan, Kecamatan Paron, Ngawi. Tradisi sarat nuansa magis inipun dikemas apik dengan hadirnya 8 penari yang konon harus dibawakan oleh gadis yang masih perawan.

Langse (Kelambu-Red) yang berupa kain mori oleh juru kunci, Mbah Marji kemudian diserahkan kepada tokoh masyarakat yang diwakili oleh Dwi Rianto Jatmiko Ketua DPRD Kabupaten Ngawi didampingi para pejabat setempat.

Usai mengganti kain penutup palenggahan agung Srigati, bekas kain mori yang diganti kemudian dipotong-potong untuk dibagikan kepada warga yang hadir di acara prosesi tersebut.

“Ini merupakan budaya warisan leluhur yang perlu kita lestarikan. Dan diharapkan kedepan kegiatan ini juga mampu menyedot perhatian wisatawan seperti halnya budaya ritual tahunan Keduk Beji di Desa Tawun,” terang Antok Sapaan akrab ketua DPRD Kabupaten Ngawi.

Sementara, mBah marji, dengan cirri khas rambut gondrongnya mengulas bahwa tradisi Ganti Langse (Ganti Kain Kelambu) sendiri tak lepas dari sejarah keberadaan Srigati di Alas Ketonggo erat kaitanya dengan masa runtuhnya Kerajaan Majapahit kala itu dibawah Prabu Brawijaya V.

Untuk pelaksanaan Tradisi Ganti Langse masih menurut keterangan Mbah Marji memang dilaksanakan setiap bulan Muharam/Suro tepat pada bulan purnama dalam hal ini jelas tanggal 15 hitungan bulan Hijriyah tanpa melihat hari maupun weton pasaran dalam hitungan penanggalan Jawa.

“Ganti Langse jangan dikaitkan dengan upacara pemujaan ataupun hal tertentu melainkan sebagai doa harapan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar hidup ini bisa sejahtera dan selamat dalam hidup bermasyarakat tidak ada gangguan apapun,” terang Mbah Marji.
Pewarta: kun/pr adv
Editor: Kuncoro


Berita Terkait



0 comments:

Posting Komentar

Terima-kasih atas partisipasi anda