media online pemberitaan kabupaten ngawi
Diberdayakan oleh Blogger.
Custom Search

Senin, 22 April 2024

Home > > Perempuan Perkasa Dalam Era Badai Digital

Perempuan Perkasa Dalam Era Badai Digital

Perempuan  Perkasa Dalam Era Badai  Digital

SN-Media™ Ngawi-Jagad Digital dan Peran Dominan Perempuan/Ibu.  “Kangmas , dan keluarga kecil kita tak boleh jatuh, teruslah bangkit!.”  “Kangmas tak akan jatuh, selain ke hatimu” (Dialog R.A Soetartinah dan Ki Hadjar Dewantara, 1913)

Pengantar 

Kutipan dialog romantis tetapi menggambarkan ketangguhan seorang perempuan petarung di atas terjadi pada saat Ki Hadjar Dewantara atau Suwardi Suryaningrat, Bapak Pendidikan Nasional, yang ketika itu masih dalam masa pengantin baru ditangkap dan dipenjara oleh penjajah kolonial Belanda. Dengan tabah dan ikhlas R.A. Soetartinah menyemangati dan mendampingi Ki Hadjar untuk senaniasa tegar berjalan dalam garis perjuangan bangsa, bahkan Soetartinah rela mendampingi Ki Hadjar diasingkan ke Belanda oleh penjajah. 

Di kisah sejarah yang lain, kita semua juga telah mengetahui bagaimana getirnya perjuangan R.A. Kartini melawan ketakadilan dan “pingitan zaman” dengan menuntut emansipasi hak pendidikan kaum perempuan melalui surat-suratnya yang kemudian dikumpulkan menjadi buku yang melegendaris: Habis Gelap Terbitlah Terang. 

Di waktu yang berbeda kita juga dapat membaca kisah menggetarkan tentang sosok ibu Inggit Gunarsih yang dengan penuh pengorbanan mendampingi, mengawal, membetengi dan membantu moril material perjuangan suaminya, Ir. Soekarno di masa-masa awal perjuangannya. Ibu Inggit rela berjalan sepanjang 20 km dari rumahnya ke penjara tempat Bung Karno ditahan hanya untuk mengirimkan makanan dan buku-buku. Inggit juga rela dan tabah menemani Soekarno saat dibuang ke Ende, Nusa Tenggara Timur.

Dialog R. A Soetartinah dan Ki Hadjar Dewantara, serta kisah-kisah R.A. Kartinini dan Inggit Gunarsih di atas merupakan contoh nyata sebuah idiom yang mengatakan “di balik kesuksesan seseorang suami dan keluarga selalu ada perempuan pendamping, istri atau ibu yang tangguh!”. Dengan kata lain, keberhasilan dan kesuksesan suami, anak dan keluarga, tidak dapat luput dari peranan seorang ibu atau istri. Suami dan keluarga yang sukses dan berhasil melewati masa-masa sulit perjuangan keluarganya pastilah karena ada seorang perempuan atau istri/ibu yang mendampinginya dalam perjuangannya itu. 

Saat ini, kaum perempuan, istri, dan ibu menghadapi kondisi dan tantangan zaman yang berbeda. Mereka saat ini bersama-sama harus menghadapi wabah mengerikan yang tidak saja mengancam jiwa tetapi juga mengobrak-abrik tata kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi dunia. Apakah di masa-masa genting seperti ini, kita sebagai perempuan masih dapat tampil dan berperan sebagai “jangkar” keluarga menghadapi musibah global ini? 

Belajar pada Corona sebagai Musuh Bersama 

Beberapa waktu lampau duna gonjang-ganjing diterpa bandang wabah yang namanya sungguh seksi, Corona alias Corona Virus Disease 2019 atau acap kali disebut sebagai Covid-19. Pemimpin-pemimpin dunia sekaliber Donald Trump, Xi Jinping, Sergio Mattarella, hingga Hassan Rouhani terbetot perhatian dan energinya untuk membendung amukan virus seksi ini. 

Seluruh jagat kalang kabut diserang pagebluk atau pandemi yang tidak dapat dilawan dengan senjata yang paling canggih sekalipun. Corona sejak tahun 2019 menjadi topik persoalan bersama seluruh negara di muka jagat ini. Virus yang ditengarai pertama kali muncul dan ditemukan di Wuhan ini kini tidak lagi sebagai pandemi kesehatan semata namun sudah menjadi pandemi keamanan global, yakni keamanan kesehatan yang berdampak terhadap ketahanan dan kemanan sosial, ketahanan dan keamanan ekonomi, bahkan berdampak pula pada ketahanan dan keamanan politik dan budaya. 

Pendek kata, virus Corona berhasil mengobrak-abrik semua tatanan dan pertahanan keamanan ekonomi sosial budaya hampir di seluruh negara. Terjangan badai Corona ini mestinya menumbuhkan sebuah kesadaran dan pemahaman baru, bahwa dunia masa sekarang ini, dan juga bahkan masa depan yang kelak akan kita hadapi dan jalani adalah sebuah dunia yang berubah dengan sangat radikal, fundamental, dan diseruptif. Saat ini dunia kita ibaratnya mengalami tsunami perubahan, yang mau tidak mau kita semua harus melakoninya dan beradaptasi, yang kita kenal dengan istilah new normal. 

Tsunami perubahan akibat badai Corona ini membawa dunia dan manusia menghadapi perubahan yang serba tidak terduga, serba tidak pasti dan sangat kompleks. Kita semua memasuki dunia VUCA (VUCA World), yaitu: Volatility (ketidakterdugaan), Uncertainty (ketidakpastian), Complekxity (kerumitan), Ambiguite (ketidakjelasan makna peristiwa) yang memberikan tantagan, tuntutan dan kebutuhan baru bagi kelangsungan kehidupan manusia. 

Adanya gelombang perubahan dunia akibat pandemi di atas, mengakibatkan suka tidak suka, mau tidak mau, menuntut peran perempuan lebih domian sebagai istri dan ibu dalam keluarga. Anak-anak yang biasanya sekian jam berada di sekolah di tangan guru-guru dalam lingkungan pendidikan formal, mau tidak mau harus berada di rumah, harus “kembali kepangkuan ibu” yang harus sepanjang hari berperan sebagai “guru formal” bagi putra-putrinya. 

Di masa pandemi ini, perempuan dituntut dan wajib menjadi “Ibu bangsa” untuk langsung menyiapkan generasi unggul, generasi yang kelak penuh tanggungjawab, inovatif, kreatif, bedaya saing, nasionalis dan memiliki wawasan kebangsaan. Ibaratnya saat ini, kawah candradimuka penggemblengan anak-anak tidak lagi di lembaga formal atau sekolah-sekolah namun kawah candradimuka itu kini kembali ada di tangan perempuan/ ibu di rumah. 

Jagad Digital dan Peran Dominan Perempuan/Ibu

Pasca corona kini telah mempertegas dan mempercepat kehadiran digital dalam kehidupan sosial dan kebudayaan. Kita suka atau tidak suka, terpaksa atau ihlas gembira, harus memasuki kosmologi digital karena kosmologi alamiah-konvensional mendadak koyak moyak dilabrak pandemi corona. Aktivitas sehari-hari dan kegiatan profesional (pekerjaan) harus berlangsung di ruang dometik privat yaitu rumah yang mengalami proses “publikisasii” karena bersinergi dengan ruang vitual-digital yang dianggap aman dari bahaya corona. 

Sedangkan ruang publik konvensional banyak ditingggalkan karena dianggap tidak aman dan rentan dengan serbuan corona. Panemi Corona telah memaksa kaum perempuan atau ibu untuk harus lebih berperan ekstra daripada sebelumnya. Hal ini terjadi karena semua aktivitas kehidupan seperti aktivitas ekonomi, bisnis, sosial, finansial, administrasi, pendidikan, bahkan keagaman beralih dipusatkan di rumah bersinergi dengan ruang virtual yang merupakan jagat digital. Pertemuan ilmiah, sekolah, kegiatan akademis, konferensi, seminar, dan bisnis sekan-akan boyongan dari dunia alamiah konvensional yang luring menuju dunia daring yang berlangsung melalui platform digital dan aplikasi zoom. Terkait dengan semua fenomena di atas, kaum perempuan/ibu dituntut memiliki energi dan power berlipat karena merupakan konsekuensi logis kebijakan #diRumahAja. 

Pandemi mengubah hampir semua aspek kehidupan yang semula berpusat di luar menjadi beralih di rumah. Rumah seakan-akan jadi kelas sekolah, masjid, ruang bisnis bahkan juga menjadi klinik kecil untuk merawat anggota keluarga. Rumah menjadi pusat semua aktivitas, di sini peran ibu menjadi dominan dan sangat penting. 

Besarnya peran perempuan di dalam keluarga menjadi kunci dalam pembentukan ketahanan keluarga. Penelitian yang dilakukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang dilakukan bulan Juni 2020, tentang peran ibu dan perempuan dalam masa pandemi dengan survey yang dilakukan pada 20.680 keluarga, menunjukkan data sebagai berikut: “Siapa yang melakukan pekerjaan rumah, jawabannya 49,1% suami-istri, tetapi 34% istri dominan dan 15 hampir 16% istri saja. Siapa yang megasuh anak, 71,5% suami istri, tapi 21,7% istri lebih dominan, serta 5,8% yang menjawab istri saja yang mengasuh anak, namun suami dominan praktis tidak ada. 

Siapa yang mengatur/membeli kebutuhan rumah tangga, 53, 8% suami istri tapi 22,8% istri lebih dominan, dan hanya 11% suami yang dominan. Siapa yang sering mengingatkan hidup sehat dan mengingatkan cuci tangan, 82% memang suami istri, tetapi 12,4% istri dominan, dan suami yang dominan hanya 2,7%. 

Siapa yang sering mengingatkan berdoa dan beribadah, juga 86% suami istri, tetapi istri juga lebih dominan” (Wardoyo,2020). 

Peran perempuan atau ibu ketika semua aktivitas berpusat di rumah adalah bagaimana mengondisikan rumah agar senantiasa nyaman, tenang, damai namun juga dinamis dan aktif. Dengan kelembutan dan kasih sayang perempuan atau ibu, di masa pandemi yang menakutkan ini seorang suami dan anak-anak akan lebih tenang dan tetap bersemangat. 

Di masa pandemi ini, perempuan dituntut dan wajib untuk langsung dari rumahnya sendiri menyiapkan generasi unggul, generasi yang kelak penuh tanggungjawab, inovatif, kreatif, berdaya saing, nasionalis dan memiliki wawasan kebangsaan dari rumah. Untuk dapat mewujudkan perannya itu, perempuan atau ibu di masa pandemi ini harus memiliki kecerdasan yang komplek, yang meliputi: (1) cerdas kodrati, (2) cerdas tradisi, (3) cerdas sosial budaya, (4) cerdas lingkungan dan (5) cerdas teknologi.

Cerdas kodrati artinya seorang perempuan harus memiliki kesadaran akan kodratnya sebagai ibu yang memiliki naluriah untuk melindungi, mengayomi dan menyayangi. Cerdas tradisi artinya harus mampu memilah tradisi yang positif yang memperkuat posisi dan kedudukan perempuan. 

Cerdas sosial budaya, artinya seorang perempuan atau ibu memiliki kepekaan sosial dan budaya serta mampu memanfaatkan kearifan lokal di lingkungannya untuk membangun ketahanan keluarganya. Cerdas lingkungan artinya seorang ibu atau perempuan harus memiliki kepekaan lingkungan dan empati kemanusiaan pada lingkungan dan masyarakat sekitarnya dan dapat berpikir kreatif untuk menjadi agen perubahan yang inovatif. 

Cerdas teknologi berati bahwa seorang perempuan atau ibu pada masa ini dituntut memiliki pengetahuan, kemampuan dan pengalaman untuk memanfaatkan teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memiliki kecerdesan teknologi digital seorang ibu akan dapat memberikan contoh, arahan maupun bimbingan pada anak-anaknya yang setiap hari harus berhadapan dengan perangkat digital dalam aktivitasnya. 

Penutup 

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, ibu atau perempuan saat ini memiliki peran kunci yang sangat menentukan untuk membangun ketahanan keluarga di tengah amukan badai pandemi. Layaknya seperti R.A Soetartinah, R.A Kartini atau Inggit Ganarsih, perempuan atau ibu masa kini juga harus dapat hadir sebagai jangkar atau beteng keluarga menghadapi tantangan zaman yang baru, yaitu dampalk pasca wabah corona beserta segala dampak kesehatan, sosial, ekonomi dan budaya. 

Simak Berita Menarik Lainnya di: Google News 

Daftar Pustaka 

Hardiman, F. Budi (2015). Seni Memahami. Yogyakarta: Kanisius. Hermawan, Syaiful. (2020). Ki Hadjar Dewantara, Putra Kraton Pahlawan Bangsa. Jakarta: Klik Media. Permanadeli, Risa. (2005) Dadi Wong Wadon. Representasi Sosial Jawa di Era Modern. Yogyakarta: Pustaka Ifada. Tsuchiya, Kenji (2009). Demokrasi dan Kepemimpinan Taman Siswa. Jakarta: Gramedia. Wardoyo, Hasto. (2020). Survey BKKBN Juni 2020. No Rilis 89/B4/BKKBN/VII/2020.  

Penulis: Dr. Tjahjono Widijanto, M.Pd, adalah yang saat ini (2024) masih aktif sebagai Kepala Sekolah SMA Negeri I Ngrambe (Smasangra) Ngawi Jawa Timur.


Penulis merupakan Penyair Nasional dan Doktor Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini lahir di Ngawi, 18 April 1969. Menulis puisi, esai, dan sesekali cerpen di berbagai media nasional. Buku-bukunya: Eksotika Sastra: Kumpulan Esai Telaah Sastra (2017); Metafora Waktu: Kumpula Esai Budaya (2017) Dari Zaman Kapujanggan Hingga Kapitalisme: Segugusan Esai dan Telaah Sastra (2011), Penakwil Sunyi di Jalan-jalan Api (2018), Wangsit Langit (2015), Janturan (Juni, 2011), Cakil (2014), , Menulis Sastra Siapa Takut? (2014),, Dari Zaman Citra ke Metafiksi, Bunga Rampai Telaah Sastra DKJ (Kepustakaan Populer Gramedian dan Dewan Kesenian Jakarta, 2010),, Compassion & Solidarity A Bilingual Anthology of Indonesian Writing (UWRF 2009), dll.


Penulis juga memenangkan berbagai sayembara menulis antara lain: Pemenang II Sayembara Kritik Sastra Nasional Dewan Kesenian Jakarta (2004),, Pemenang Unggulan Telaah Sastra Nasional Dewan Kesenian Jakarta (2010), Pemenang II Sayembara Pusat Perbukuan Nasional (2008 dan 2009), Pemenang II Sayembara Esai Sastra Korea (2009), dll.


Copyright : SNM


Berita Terkait



0 comments:

Posting Komentar

Terima-kasih atas partisipasi anda