SN-Media™ Kota-Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Ngawi, menyatakan bahwa perkawinan anak (perkawanian dini) masuk dalam kondisi yang mengkhawatirkan, yang mana sejak pandemi hingga pasca pandemi saat ini grafiknya tegak lurus dengan perhitungan kasar naik 200 persen.
Saat ditemu di ruang kerjanya, dr. Nugrahaningrum, Kepala DP3AKB setempat, mengatakan bahwa sebagai pengampu kebijakan di tingkat kabupaten mengajak masyarakat untuk peduli dan menjadikan kontrol agar bisa mencegah terjadinya perkawinan anak.“Kasus perkawinan anak tidak bisa diselesaikan di tingkat pengampu kebijakan, jadi semua harus berkolaborasi baik itu satgas PPA (Perlindungan Perempuan Dan Anak), Kodim dan jajarannya serta organisasi masyarakat, guna menyelesaikan PR tingginya perkawinan anak di Ngawi,” kata Ningrum.
Dia menegaskan, telah melakukan identifikasi titik rawan terjadinya rekomendasi perkawinan anak, baik secara social culture di masyarakat serta tipe parenting yang diajarkan di sekolah-sekolah.
Ningrum juga mengkritisi, agar lembaga pendidikan setingkat SMP maupun SMA agar parenting di sekolah jangan hanya melulu membahas bagaimana sekolah bisa maju dan besar saja.
“Parenting menyelamatkan masa depan anak ini harus masuk materi, jadi parenting jangan disalahgunakan dengan diskusi memajukan anak maju secara akademis saja, tapi menyelamatkan masa depan anak juga harus mendapat porsi dalam pembahasan agar tidak terjadi pernikahan anak.” tegasnya.
Mendasar catatan, pada tahun 2022, sesuai data dari Pengadilan Agama Ngawi, setidaknya ada 153 anak yang mengajukan rekomendasi. Serta masih ditahun yang sama (2022), sebanyak 141 kasus yang direkomendasi keluar dari sekolah, dimana 50 % nya dikarekan kehamilan.
Pewarta: DaM
Editor : Asy
Foto : Dok dam
Copyright : SNM
0 comments:
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda