SN™ NGAWI-Jamasan pusaka merupakan warisan budaya leluhur yang harus dilestarikan keberadaanya. Seperti yang terlihat di Pendopo Wedya Graha acara sakral tahunan ini kembali digelar oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi. Ritual jamasan pusaka ini meliputi dua buah tombak antara lain Kyai Singkir dan Kyai Songgolangit serta dua payung yakni Tunggul Wulung dan Tunggul Warono,(03/07).
Prosesi jamasan menjelang peringatan berdirinya Kabupaten Ngawi yang ke-657 tahun 2015, dipimpin langsung oleh Bupati Ngawi Budi Sulistyono dan diikuti oleh para Unsur Pimpinan Daerah (Unspinda) serta para staf dilingkungan Pemkab Ngawi dengan memakai pakaian adat kejawen yang berlangsung dengan khidmat.Jamasan pusaka dilakukan oleh sesepuh agung Ki Suharno Ilham satu persatu pusaka yang cukup memiliki filosofi ini disiram dengan beberapa rupa kembang dan sesaji lainya dengan diikuti dengan kalimat mantra.
Sebelumnya pusaka milik Pemkab NgawiKabupaten ini diboyong dari plangkanya yang ada didalam Pendopo Wedya Graha dengan dikawal oleh lima sesepuh yang dipimpin oleh Ki Sugito yang merupakan Ketua Permadani Cabang Ngawi.
“Ritual jamasan pusaka tidak bisa dilepaskan dengan sejarah awal berdirinya Kabupaten Ngawi, dengan demikian ritual seperti yang kita lakukan sekarang ini keberadaanya harus dilestarikan supaya generasi penerus nantinya akan tahu makna yang terkandung didalamnya,” terang Budi Sulistyono Bupati Ngawi.
Sebelumnya, rakaian dalam memperingati HUT Kabupaten Ngawi ke-657 Bupati Ngawi beserta wakilnya dan para staf melakukan ziarah ke makam leluhur. Antara lain makam Raden Tumenggung Poerwodiprojo yang ada di belakang Masjid Jami Baiturrahman Ngawi, makam Patih Pringgo Koesoemo di Ngawi Purba, makam Raden Adipati Kertonegoro di gunung Sarean Kecamatan Sine dan di akhiri ke makam Raden Patih Ronggolono dan Putri Cempo di Desa Tawangrejo, Kecamatan Ngrambe.
Pewarta: Purwanto
Editor: Kuncoro
0 comments:
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda