SN-Media™ Ngawi - Musim kepompong ulat jati kembali ramai diburu warga Ngawi, terutama di Desa Banyubiru Kecamatan Widodaren, dengan aktivitas pencarian yang makin meningkat seiring munculnya entung jati di bawah tegakan hutan jati Perhutani.
Fenomena tahunan ini lazim terjadi menjelang peralihan kemarau menuju penghujan, ketika pohon jati yang sebelumnya meranggas mulai bertunas kembali dan daun mudanya menjadi sumber pakan utama bagi ulat sebelum berubah menjadi kepompong.Dalam kurun waktu singkat tersebut, warga memanfaatkan kesempatan untuk menyisir kawasan hutan, mencari kepompong yang jatuh di sela-sela guguran daun maupun menempel pada ranting muda, dengan ketelatenan yang diwariskan turun-temurun.
Khususnya para ibu rumah tangga terlihat paling giat, membawa wadah kecil sembari bergerak perlahan di antara rimbunan pohon, memastikan setiap sudut tanah tak terlewat demi mendapatkan entung jati berkualitas bagus.
Harga jualnya terbilang menggiurkan, karena satu gelas entung jati mencapai sekitar dua puluh ribu rupiah, membuat banyak warga menjadikannya pemasukan tambahan musiman yang cukup membantu kebutuhan dapur harian.
Nilai ekonominya meningkat lantaran masa kemunculan kepompong sangat terbatas, hanya beberapa pekan sebelum akhirnya berubah menjadi kupu-kupu, sehingga mendorong warga memanfaatkan peluang selama stok dihutan masih melimpah.
Selain dijual, entung jati juga menjadi bahan pangan favorit masyarakat sekitar, karena cita rasanya gurih dan teksturnya renyah setelah diolah dengan cara sederhana namun dikenal mampu menggugah selera.
Proses pengolahan dimulai dengan membersihkan kepompong menggunakan air mengalir sampai kotorannya hilang, lalu ditiriskan agar bumbunya mudah meresap saat proses pencampuran dilakukan sebelum digoreng. Bumbu yang dipakai pun umum ditemukan di dapur warga, cukup bawang putih yang dihaluskan, garam secukupnya, serta sedikit penyedap, kemudian seluruh kepompong dibaluri hingga permukaannya terlapisi merata.
Minyak panas lalu disiapkan untuk tahap penggorengan, dan entung jati dimasukkan ketika suhu benar-benar tinggi agar teksturnya cepat mengeras tanpa membuat bagian dalamnya hancur atau terlalu kering. Waktu penggorengan cukup singkat, sekitar lima sampai sepuluh menit saja, hingga warna kepompong berubah cokelat keemasan dan aromanya yang khas mulai tercium dari dapur warga sekitar.
Hidangan ini lazim disajikan sebagai lauk pendamping makan malam, tetapi sebagian warga lebih menyukainya sebagai camilan hangat yang digemari karena sensasi renyahnya serta rasa gurih alami yang melekat. Keberadaan entung jati tak hanya menjadi bagian dari tradisi kuliner lokal, namun juga memperkuat keterikatan masyarakat dengan kawasan hutan yang selama ini memberi sumber penghidupan musiman.
Simak Berita Menarik Lainnya di: Chanel Whatsapp Juga di: Google News
Pewarta: dAm/Tim
Editor : Asy
Foto/iLst : ilustrasi SNm
*** : ----
Copyright : SNM
0 comments:
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda